Komisi IV DPR Terima Pokja Kebijakan Konservasi

19-09-2017 / KOMISI IV

Komisi IV DPR menerima audiensi  dari Kelompok Kerja (Pokja) Kebijakan Konservasi, FORETIKA serta guru besar dai berbagai Universitas. Audiensi ini bertujuan untuk membahas Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang merupakan inisatif DPR. 

 

“Kami berharap audiensi seperti ini bisa terus berlangsung dalam penyempurnaan RUU nomor 5/1990. Sebab kalau kita berbicara UU payung, maka kita membutuhkan pemahaman yang komprehesif untuk membahasnya,”ungkap Viva saat memimpin rapat di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin (18/09).  

 

Lebihlanjut politisi fraksi PAN itu mengatakan berbagai masukkan yang diterima terkait perubahan UU 5/1990 usah di catat dan rekam, selanjutnya akan diperdebatkan dalam Tim perumus dan Tim Singkornisasi untuk dibawa ke Badan legisalsi (Baleg) dan menjadi nisiatif Komisi IV lalu akan dibahas bersama pemerintah.

 

“Saya mengapresiasi semua masukan  yang saudara sampaikan, tentunya semua masukkan ini akan menjadi pertimbagan dalam pembahasan kami berikutnya,”ujarnya. 

 

Dalam aduiensi itu Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi yang terdiri dari WWF Indonesia, ICEL, WCS, KEHATI, FKKM dan PILI meminta DPR dan Pemerintah untuk segera memulai pembahasan perubahan UU nomor 5/1990 sebab pihaknya mihat banyaknya kejahatan konservasi yang terjadi di tingkat tapak dan sudah tak dapat di akomodir dalam UU nomor 5/1990. 

 

“Perlu percepatan dan memprioritaskan proses perubahan UU ini. Sebab sudah banyak kasus kejahatan keankeragaman hayati yang tidak dapat diproses secara optimal karena tidak datur dalam UU 5/1990, misalnya perusakan ekosistem terumbu karang oleh kapal asing di Raja Ampat.  Kami minta ini segara dibahas sebelum kita kehilangan identitas bangsa,”tegas Henri Subagyo, Direktur Eksekutif ICEL. 

 

Lebihlanjut ia menyampaikan, alasan utama mengapa perlu segera merevisi Undang-Undang. Pertama jangka waktu keberlakuakn UU 5/1990 sudah lama sehingga tidak dapat mengakomodir perkembangan isu-isu dan permasalahan konservasi keanekaragaman hayati baik di tingkat nasional maupun internasional. 

 

Kedua, pengaturan penegakan hukum yang tidak mengikuti perkembangan kejahatan keanekaragaman hayati di Indonesia. Ketiga, ada isu konservasi keanekaragaman hayati pada tingkat genetic yang sama sekali belum ada aturannya di tingkat nasional, sehingga banyak terjadi ‘pembajakan’ sumber daya genetik atau yang sering dikenal dengan biopiracy.

 

Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menyampaikan apresiasi kepada Komisi IV DPR yang telah berinisiatif menyusun draf RUU perubahan dan naskah akademiknya, namun inisiatif ini harus segera ditindaklanjuti dengan memulai pembahasan. Sebab keutuhan keanekaragaman hayati adalah cermin dari kedaulatan sebuah bangsa.(ria,mp)  foto; kresno/od.

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...